Seingat saya, pada awalnya dari buku Tanbihul Ghafilin (Peringatan Bagi Yang Lupa), keterangan tentang tanda-tanda kiamat saya baca. Tanda-tanda tersebut dibagi dua: tanda kecil (sugra) dan tanda besar (kubra). Abu Laits as Samarqandi, penulis buku, tidak memberikan keterangan dikaitkan dengan kondisi saat ini — lagipula buku tersebut sudah lama ditulis, termasuk literatur klasik. Setelah itu saya lebih sering mendengar tanda-tanda kiamat disebut lewat pengajian atau khotbah. Biasanya khatib menyebut relevansi dalil-dalil tersebut dengan keadaan saat ini, yakni dikaitkan dengan tanda-tanda kecil kiamat. Walaupun tanda-tanda yang disebutkan oleh para khatib tersebut tidak sama persis (dan juga tidak berbeda total), persamaannya adalah ihwal kemerosotan akhlak masyarakat. Tentu saya maklumi dengan sepenuh hati urusan akhlak menjadi prioritas para khatib.
Ada khatib yang menimpali — biasanya pada sesi tanya-jawab — bahwa tentulah kiamat lebih dekat, dibanding pada masa Rasulullah menyebut hadits yang bersangkutan. Ini mirip dengan metafora bahwa mereka yang berulang tahun sebenarnya jatah hidupnya berkurang setahun.
Sekarang bagaimana dengan isi dalam tanda-tanda kecil itu sendiri? Ini yang acapkali menggelitik saya.