Sebenarnya, untuk apa menuding dengan ungkapan “standar ganda”? Tidak perlu dan condong sepihak.
Pertama, setiap pihak tentu punya sekumpulan standar yang diyakini, dipegang teguh, atau praktis untuk dijalani. Dengan sifat manusia yang sosial, setiap orang tentu bersinggungan dengan banyak pemikiran dan pada beberapa persinggungan tersebut sangat mungkin tumbuh sebuah sikap standar yang diikuti. Dalam hal memperoleh penghasilan, saya mengikuti standar tertentu; dalam hal lainnya, saya mengikuti standar tertentu yang lain. Standar-standar tersebut dapat dilihat benang merahnya — misalnya menghasilkan pandangan, si A adalah idealis, si B maunya praktis, dan sebagainya. Atau, memang tidak terlihat kaitannya, sehingga standar yang dia pakai adalah ketidakteraturan itu sendiri.
Selanjutnya, setiap pihak tentu punya kepentingan, apapun bentuk dan lingkupnya. Tanpa kepentingan, seseorang bisa beranggapan bahwa hidup ini tidak penting, dan kalau begitu apa guna dibicarakan?
Persoalan lain yang muncul dengan penggunaan ungkapan standar ganda adalah penilaian itu datang sepihak. Dengan kerangka si penilai, tentu sangat mungkin (dan sangat banyak) standar ganda yang dilihat di mana-mana. Boleh dikatakan tidak ada yang lepas dari standar ganda. Beberapa hal yang terlihat kaitan satu standar dengan standar lain dan disebut konsisten oleh pelakunya sangat boleh jadi tidak terlihat kaitannya oleh penilainya.
Jadi yang lebih penting adalah mengompromikan standar satu pihak dengan lainnya atau berkompetisi terhadap standar yang lebih diterima publik.
Public yang mana? :) Bukannya tujuannya bermain dengan standar ganda agar bisa di terima di dua public yang berbeda?