Penyelesaian di Beslan: Sikat Habis dan Apologi

| No TrackBacks

Kemarin sore berita tentang tindak kekerasan di sekolah anak-anak di Beslan, Rusia, diputar sebagai liputan khusus oleh stasiun televisi Nederland 2. Pada gambaran umum tentang Chechnya yang disodorkan kamera ditunjukkan daerah tipikal reruntuhan Uni Soviet: salju berguguran dari langit, orang-orang berada di luar dengan baju tebal berwarna gelap; ditambah serdadu Rusia yang lalu lalang seperti gambaran di film-film. Beberapa blok rumah digambarkan luluh lantak dan belum direnovasi. Pemapar bercerita tentang konflik yang berkepanjangan dengan pemerintah Rusia.

Setelah itu, liputan masuk ke bagian lain yang agaknya menjadi stereotip baru “pengantar terorisme global”. Perempuan-perempuan mengenakan hijab mulai tampak dalam sebuah komunitas yang dalam bahasa film disebut “islami.” Cerita mulai merangkai keterlibatan gerilyawan Chechnya yang sebelumnya menduduki teater di Moskow dan menyandera penonton di dalamnya. Dalam sebuah wawancara yang intensif dengan ibu salah satu anggota gerilyawan perempuan, muncul plot seperti yang sudah saya baca beberapa kali, misalnya dalam sebuah liputan majalah Time dua tahun lalu tentang rekrutmen anak-anak jalanan di Amerika Serikat menjadi anggota “militan Islam”.

Tokoh cerita, seorang perempuan, diceritakan berubah dari remaja pada umumnya, mendalami Islam, belajar bahasa Arab, dan kemudian menjadi lebih intens dalam persoalan agama, termasuk memutuskan untuk mengenakan hijab, sampai akhirnya menjadi sorotan dunia karena terlibat kasus di dalam teater di Moskow. Dalam salah satu wawancara dia masih sempat menyuarakan isi hatinya, “Kami juga punya suami, anak-anak, dan keluarga…”

Sebagai ekspos persoalan humaniora pelaku-pelaku sebuah peristiwa, saya juga ikut tersentuh. Apapun cap dunia yang melekat pada orang-orang tersebut, mereka masih memiliki suara batin yang seharusnya dimengerti dan dicarikan jalan yang lebih terang. Kalau dia menjadi “kusut” dikaitkan dengan tindakannya, sepatutnya juga dipertanyakan: apa yang menyebabkan seorang yang mendalami Islam justru menjadi kusut?

Menurut saya persoalan memang muncul pada bagian berikutnya dari reportase tersebut, yakni atas nama organisasi. Pertama, saya kira sudah menjadi pengetahuan umum bahwa tentara Rusia memilih “sikat habis” dalam operasi-operasi mereka. Gerakan militer di Chechnya sendiri sudah memakan ribuan korban. Karena mengatasnamakan kehormatan bangsa dan negara, cerita humaniora seorang gadis yang menjadi militan tersebut menjadi seperti hanya “secuil kuku” dibanding korban-korban perang Rusia-Chechnya itu sendiri.

Juga disinggung keterlibatan Saudi Arabia dalam penjelasan yang disebut sebagai “kedatangan pemeluk Islam radikal” berkebangsaan Arab. Tidak terlalu jelas peran Saudi Arabia dalam hal ini: berkontribusi dalam dakwah Islam di sana, atau dikaitkan dengan gerakan kemerdekaan.

Selain pengertian organisasi tersebut dapat berupa sebuah negara seperti Rusia, sebuah kelompok bernama Mujahidin dari Kerajaan Bersatu (UK) diwawancarai di akhir reportase. Kalau kekuasaan sering menggunakan dalih keamanan dan stabilitas sebagai penjelasan tindakan yang dilakukan, gerakan perlawanan bertameng, “tindakan sepadan yang mereka peroleh.” Demikianlah wawancara tersebut hanya berjalan mulus di bagian depan, yakni penjelasan kelompok Mujahidin bahwa tempat yang diduduki gerilyawan Chechnya tersebut berisi orang-orang dewasa (bukan anak-anak).

Setelah itu justru muncul pertanyaan-pertanyaan dari wawancara tesebut yang tidak dapat dijawab dengan tegas. Fakta yang disodorkan pewawancara tentang foto anak-anak yang terluka atau meninggal dijawab dengan, Jangan lupakan tentara Rusia yang menewaskan puluhan ribu anak-anak di Chechnya. Demikian pula pertanyaan, Apakah di dalam Islam memang dibolehkan membunuh anak-anak dengan mengatasnamakan Allah?, dijawab tegas dengan, Tidak, namun setelah itu digunakan apologi perang Rusia-Chechnya sebagai dalih.

Alhasil, jawaban terakhir yang ditunjukkan oleh perwakilan kelompok Mujahidin pada wawancara tersebut mengundang pertanyaan — setidaknya bagi saya. Terhadap pertanyaan tentang kaitan peristiwa di Beslan dengan jaringan Al Qaidah, dijawab olehnya hendaknya umat Islam jangan dilihat sebagai dua sisi yang berbeda, antara kelompok A atau non-A, melainkan sebagai sesuatu yang utuh.

Umat Islam adalah mereka yang memeluk agama Islam dalam rangka mengharapkan ridla Allah, sedangkan Al Qaidah adalah sebuah organisasi. Terlalu naif jika direduksi begitu saja, apalagi dikaitkan dengan persoalan yang perlu ditelaah dengan hati dingin dan pikiran panjang seperti ini.

[22:01] Koleksi pandangan dari negara-negara Arab ditulis oleh Al-Muhajabah, termasuk kutipan yang yang disampaikan oleh Ahmed Bahgat, salah seorang pemuka Islam di Mesir, dikutip dari The Guardian.

Saya tidak berniat mengundang debat kusir dengan tulisan di atas, oleh karena itu mohon hindarkan ungkapan ofensif dari komentar anda untuk tulisan ini. Saya akan menghapus komentar yang menyebabkan suasana keruh.

No TrackBacks

TrackBack URL: http://mt4.atijembar.net/mt-tb.cgi/58

Google Friend Connect

About this Entry

This page contains a single entry by Ikhlasul Amal published on September 7, 2004 11:32 AM.

Stagnasi yang Lama was the previous entry in this blog.

Peledakan Bom Jauh dari Kebaikan is the next entry in this blog.

Find recent content on the main index or look in the archives to find all content.

Pages

  • About
  • Contact
OpenID accepted here Learn more about OpenID
Powered by Movable Type 4.261