February 2003 Archives

Dasar Bilangan

| No TrackBacks

Seperti umumnya anak Indonesia lain, pengertian pertama tentang dasar bilangan saya peroleh di bangku Sekolah Dasar kelas dua atau tiga, yakni pada saat belajar membaca jam. Tentunya menjadi pertanyaan besar bagi semua anak, “Kenapa setelah angka 12, kembali 1 lagi?” (Atau kalau kita gunakan notasi-24 seperti yang digunakan di Indonesia, setelah menulis angka 23 kembali ke 0 lagi)

Selain “memang semua jam ditulis seperti itu” — demikian yang selalu saya terima saat itu — tentu pada masa anak-anak belum terbayang bahwa angka 12 pada jam merupakan dasar bilangan karena tetap ditulis menggunakan simbol desimal. (Seharusnya semacam 1, 2, 3, …, 9, A, B, C, ya?)

Memorabilia

| No TrackBacks

Banyak orang memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan kegemarannya. Ada yang mengoleksi benda bercita-rasa, ada lagi yang mengumpulkan barang langka, dan sebagian lainnya melakukan penjelajahan ke tempat-tempat baru dan asing. Hal demikian menjadi kenang-kenangan, kepuasan batin, dan barangkali sekian banyak alasan lainnya.

Saya pernah menyukai mengumpulkan perangko atau filateli. Namun tidak pernah sampai sedemikian serius, sekalipun sempat sampai berjualan edisi istimewa. Akhirnya tidak memuaskan perasaan dan berhenti. Demikian juga koleksi-koleksi lainnya tidak pernah dapat bertahan cukup lama, selain perlu ongkos untuk pengadaannya, merawat barang berharga malah merepotkan — sekurangnya menurutku.

Fatwa Produk Rekaman Bajakan

| No TrackBacks

Menurut berita di Republika Online pada hari Senin, 17 Februari 2003, MUI mengeluarkan fatwa bahwa, “produk rekaman bajakan itu haram.” Dengan alasan banyak pihak dirugikan dan lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya, MUI menghimbau umat Islam untuk tidak membeli produk bajakan.

Nol

| No TrackBacks

Seorang turis Amerika menjumpai seorang India yang sedang enak-enakan duduk berjemur di pantai. Si Amerika langsung menghampiri dan bertanya, “Kenapa kamu bermalas-malasan duduk di sini dan tidak mau memancing ikan?”

Orang India tersebut balik bertanya, “Untuk apa?”

“Dengan memancing ikan”, demikian turis Amerika itu memulai penjelasannya, “Engkau dapat mengumpulkan uang. Uang itu sebagian dapat engkau tabung untuk dibelikan jala; dengan begitu engkau dapat ikan lebih banyak lagi. Engkau kumpulkan lagi untuk dibelikan kapal; kemudian engkau kumpulkan lagi, sehingga bisa engkau dirikan pabrik pengolahan ikan. Engkau bisa usaha sendiri, dan mendapat keuntungan berlimpah. Dari keuntungan itu, engkau bisa berlibur dan berjemur di pinggir pantai…”

“Tuan, bukankah saya sekarang ini sudah berjemur di pinggir pantai?”

Roda Pedati yang Seret

| No TrackBacks

Dengan berputar-putar pada sisi yang lain dan jenaka, Emha Ainun Nadjib mengajak bersyukur, Matahari Islam Berpendar-pendar [dimuat di Gatra 13 Desember 2002, salinan]. Nikmat Allah yang mana yang masih engkau dustakan?

Saya baca komentar Ikranagara di mailing-list Asah, yang menyebutkan bahwa tulisan semacam itu hanya ditulis oleh orang yang sedang fly. Agak mbeling memang, anggapan yang selama ini disebut sebagai kemunduran dapat dilihat dari sisi lain dan menjadi kemajuan. Keduanya saya tulis dengan huruf miring karena sangat relatif terhadap sudut pandang penulis atau pembaca. Seandainya Emha menulis dalam bentuk fatamorgana kemenangan Islam semacam propaganda, jelas-jelas akan ditolak pembaca dan paling banter dalam istilah yang pernah dikemukakan WS. Rendra, “sastra leflet.”

Google Friend Connect

About this Archive

This page is an archive of entries from February 2003 listed from newest to oldest.

January 2003 is the previous archive.

March 2003 is the next archive.

Find recent content on the main index or look in the archives to find all content.

Pages

  • About
  • Contact
OpenID accepted here Learn more about OpenID
Powered by Movable Type 4.261