Seperti umumnya anak Indonesia lain, pengertian pertama tentang dasar bilangan saya peroleh di bangku Sekolah Dasar kelas dua atau tiga, yakni pada saat belajar membaca jam. Tentunya menjadi pertanyaan besar bagi semua anak, “Kenapa setelah angka 12, kembali 1 lagi?” (Atau kalau kita gunakan notasi-24 seperti yang digunakan di Indonesia, setelah menulis angka 23 kembali ke 0 lagi)
Selain “memang semua jam ditulis seperti itu” — demikian yang selalu saya terima saat itu — tentu pada masa anak-anak belum terbayang bahwa angka 12 pada jam merupakan dasar bilangan karena tetap ditulis menggunakan simbol desimal. (Seharusnya semacam 1, 2, 3, …, 9, A, B, C, ya?)