Recently in Sosial dan Budaya Category

Playboy Edisi Indonesia Akhirnya Terbit

| 41 Comments | 1 TrackBack

Playboy edisi Indonesia terbit hari ini. Setelah diberitahu teman akan berita di Detikhot, pagi ini Rendy Maulana sudah berkabar akan pengalaman (dan sedikit ulasan) pembelian majalah Playboy dari tempat langganannya. Seperti sudah diduga dari janji redaktur mereka, Playboy edisi Indonesia konon tampil “lebih sopan” dibandingkan aslinya, artikelnya pun berkualitas.

Itu semua juga tidak mengherankan: artikel-artikel Playboy dari negara aslinya sudah beberapa kali diterjemahkan oleh media lokal tanpa harus mendatangkan Playboy sebagai majalah. Dari milis Jurnalisme saya membaca masukan sebagian jurnalis yang mendiskusikan: apakah media seperti Playboy masuk kategori jurnalistik? Pendapat lainnya adalah persoalan empati para jurnalis sendiri terhadap aspirasi masyarakat yang seharusnya termasuk tanggung jawab jurnalis juga. Sedangkan di milis lain, salah satu teman yang menggeluti ilmu ekonomi melihat tidak ada keuntungan apapun dengan datangnya Playboy di Indonesia. Target mereka akan pembaca tertentu tidak masuk akal karena para pembaca tersebut jumlahnya hanya sedikit dan masih tetap dapat memperoleh Playboy dengan membeli di luar negeri misalnya.

Saya juga menyangsikan bahwa aturan distribusi yang terbatas tersebut dapat terlaksana. Bukan apa-apa, karena pada sisi lain saya membaca sendiri pendapat pesimis akan ketentuan pailit pada aturan ketenagakerjaan yang dapat dengan mudah dibuat kongkalikong antara pengusaha dan pihak pemberi status pailit. Intinya: di sebuah tempat yang dianggap “korup”, susah diharapkan aturan dapat ditegakkan dengan benar. Jadi, bolehlah argumen tersebut saya pinjam dalam rangka kesangsian saya akan distribusi terbatas Playboy edisi Indonesia.

Playboy Indonesia

| 74 Comments | No TrackBacks

Tanpa malu-malu, majalah Playboy edisi Indonesia akan beredar bulan Maret mendatang. Walaupun dijanjikan akan disesuaikan dengan kultur negeri kita, Playboy tetaplah Playboy dengan semua citra, atribut, dan kecenderungan yang melekat selama ini. Tidak mungkin majalah tersebut muncul dengan melepas citra, atribut, dan kecenderungan yang sudah dimilikinya — tidak ada untungnya secara bisnis dan buat apa capek-capek mengubah citra di Indonesia? Jadi saya pesimis dengan janji-janji eufimisme yang didengungkan pihak penerbit Playboy Indonesia (dan juga majalah-majalah serupa yang sudah terbit lebih dulu) karena yang pertama mereka depankan adalah citra yang sudah melekat.

Saya tidak setuju dengan penerbitan Playboy edisi Indonesia. Saya tidak hendak berpusing-pusing dengan sekian alasan seperti kekhawatiran dekadensi moral, seimbang dengan keengganan saya berdebat kusir perihal kebebasan berekspresi, kedewasaan pembaca di negara kita, dan seribu satu argumentasi pemasaran lainnya. Alasan utama ketidaksetujuan saya: media seperti Playboy bertentangan dengan syariat yang saya yakini dan saya anut.

Bulan Bahasa

| No Comments | No TrackBacks

Oktober sudah jamak diingat oleh banyak orang sebagai Bulan Bahasa. Tidak lain karena bulan ini dikaitkan dengan peristiwa besar Sumpah Pemuda yang salah satu isinya, “Menjunjung tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.” Penyusun Sumpah Pemuda sendiri sedemikian menghargai bahasa — yang mewakili kebudayaan — sehingga tidak langsung dipukul rata sebagai, “satu tanah air, bangsa, dan bahasa Indonesia.” Khusus untuk bahasa, disebut sebagai menjunjung. Jadi sekalipun kita sudah bertanah air dan berbangsa yang satu, kebudayaan kita di dalamnya, termasuk bahasa, masih menyimpan beragam jenis. Namun demikian bahasa nasional tetap dijunjung karena dengan begitulah orang banyak tersebut dapat berkomunikasi satu dengan yang lain.

Buah Pena

| No Comments | No TrackBacks
Sampailah aku pada: apakah tulisan telah mati? Seperti sebuah humor yang pernah aku terima, Kesimpulan itu tidak lain adalah ungkapan bahwa otak kita sudah malas melanjutkan berpikir… Jadi tidak akan aku simpulkan. Yang jelas, menulis membantu diriku untuk tidak segera “mati.” Ruang-ruang dalam menyusun kalimat lebih luas dari sekelilingku yang menyempit.

Dikutip dari Menulis untuk mailing-list Alumni Pustena, tanggal 10 Februari 2003.

Sastra Sisi yang Lain

| No Comments | No TrackBacks

Puisi Saut Situmorang pada email sebelum ini termasuk puisi gelap ya? Soalnya saya terima sebagai kumpulan ganti-baris atau dalam bahasa resmi komputer, a collection of carriage-returns. Entah Saut memang menyengaja mengirim berkas kosong atau salah kirim email.

Google Friend Connect

About this Archive

This page is an archive of recent entries in the Sosial dan Budaya category.

Reportase is the previous category.

Wacana is the next category.

Find recent content on the main index or look in the archives to find all content.

Pages

  • About
  • Contact
OpenID accepted here Learn more about OpenID
Powered by Movable Type 4.261