April 2006 Archives

Garis Keras

| 18 Comments | No TrackBacks

Di mana-mana haluan garis keras kerap menjadi bahan sindiran. Saya juga menyindir jika sebuah pendapat (bukan orangnya) tentang demokrasi begitu bersemangat, mengeras, sehingga malah terkesan tidak demokratis lagi. Apabila demokrasi berlaku ofensif terhadap pandangan orang lain, seni demokratis itu sendiri hilang dan jika dibiarkan lebih jauh, ia akan menjadi kekerasan dalam bentuk yang lain. Demikian juga sekiranya kebanyakragaman terlalu berakting berlebihan sehingga pihak yang mempertahankan keyakinannya dianggap menyeragam, alasan kebanyakragaman itu sendiri menjadi menodong setiap orang untuk mengikuti pendapatnya.

Oleh karena itu jika gerakan-gerakan yang mengatasnamakan agama Islam mengeras dengan pandangannya, saya maklum. Apa salahnya mereka berbeda dengan pandangan umum? Soal menjadi bahan tertawaan, jika niat mereka lurus dan menggantungkan hasil dari usahanya bukan pada penilaian orang lain melainkan pada ketentuan Allah, sudah sepatutnya tertawaan tersebut tidak usah terlalu dimasukkan hati, tidak usah menjadi penyebab kemarahan.

Playboy Edisi Indonesia Akhirnya Terbit

| 41 Comments | 1 TrackBack

Playboy edisi Indonesia terbit hari ini. Setelah diberitahu teman akan berita di Detikhot, pagi ini Rendy Maulana sudah berkabar akan pengalaman (dan sedikit ulasan) pembelian majalah Playboy dari tempat langganannya. Seperti sudah diduga dari janji redaktur mereka, Playboy edisi Indonesia konon tampil “lebih sopan” dibandingkan aslinya, artikelnya pun berkualitas.

Itu semua juga tidak mengherankan: artikel-artikel Playboy dari negara aslinya sudah beberapa kali diterjemahkan oleh media lokal tanpa harus mendatangkan Playboy sebagai majalah. Dari milis Jurnalisme saya membaca masukan sebagian jurnalis yang mendiskusikan: apakah media seperti Playboy masuk kategori jurnalistik? Pendapat lainnya adalah persoalan empati para jurnalis sendiri terhadap aspirasi masyarakat yang seharusnya termasuk tanggung jawab jurnalis juga. Sedangkan di milis lain, salah satu teman yang menggeluti ilmu ekonomi melihat tidak ada keuntungan apapun dengan datangnya Playboy di Indonesia. Target mereka akan pembaca tertentu tidak masuk akal karena para pembaca tersebut jumlahnya hanya sedikit dan masih tetap dapat memperoleh Playboy dengan membeli di luar negeri misalnya.

Saya juga menyangsikan bahwa aturan distribusi yang terbatas tersebut dapat terlaksana. Bukan apa-apa, karena pada sisi lain saya membaca sendiri pendapat pesimis akan ketentuan pailit pada aturan ketenagakerjaan yang dapat dengan mudah dibuat kongkalikong antara pengusaha dan pihak pemberi status pailit. Intinya: di sebuah tempat yang dianggap “korup”, susah diharapkan aturan dapat ditegakkan dengan benar. Jadi, bolehlah argumen tersebut saya pinjam dalam rangka kesangsian saya akan distribusi terbatas Playboy edisi Indonesia.

Senin yang Istimewa

| 1 Comment | No TrackBacks

Dry season has came

Hari Senin awal pekan ini memang istimewa. Pagi hari saat saya berangkat ke kantor dengan naik Angkutan Kota di Bandung, tatkala Angkot saya ngetem di depan mulut cabang jalan Dago Pojok, saya merasa sinar matahari menghidupkan dinding toko dan rumah di seberang jalan dengan warna yang indah. Diambil lewat jendela angkot, dari dua jepretan kamera yang saya lakukan, satu gambar merekam kecerahan matahari musim kemarau.

Back from office /2

Tidak cukup waktu berangkat kantor. Sepulang dari kerja, sambil menjinjing kantong plastik berisi roti bakar pesanan anak-anak di rumah, saya tertegun menjelang belok di sebuah turunan dekat rumah. Pemandangan matahari terbenam di daerah utara demikian elok. Berhenti, meletakkan kantong plastik di atas hamparan rumput, saya segera mengambil beberapa momen tersebut dan saya pilih dua yang paling mewakili.

Sebuah hari yang penuh dengan panorama indah.

Standar Ganda

| 1 Comment | No TrackBacks

Sebenarnya, untuk apa menuding dengan ungkapan “standar ganda”? Tidak perlu dan condong sepihak.

Pertama, setiap pihak tentu punya sekumpulan standar yang diyakini, dipegang teguh, atau praktis untuk dijalani. Dengan sifat manusia yang sosial, setiap orang tentu bersinggungan dengan banyak pemikiran dan pada beberapa persinggungan tersebut sangat mungkin tumbuh sebuah sikap standar yang diikuti. Dalam hal memperoleh penghasilan, saya mengikuti standar tertentu; dalam hal lainnya, saya mengikuti standar tertentu yang lain. Standar-standar tersebut dapat dilihat benang merahnya — misalnya menghasilkan pandangan, si A adalah idealis, si B maunya praktis, dan sebagainya. Atau, memang tidak terlihat kaitannya, sehingga standar yang dia pakai adalah ketidakteraturan itu sendiri.

Selanjutnya, setiap pihak tentu punya kepentingan, apapun bentuk dan lingkupnya. Tanpa kepentingan, seseorang bisa beranggapan bahwa hidup ini tidak penting, dan kalau begitu apa guna dibicarakan?

Google Friend Connect

About this Archive

This page is an archive of entries from April 2006 listed from newest to oldest.

January 2006 is the previous archive.

September 2006 is the next archive.

Find recent content on the main index or look in the archives to find all content.

Pages

  • About
  • Contact
OpenID accepted here Learn more about OpenID
Powered by Movable Type 4.261