Namun pengalaman yang lebih mengesankan pada saat pertama kali melihat kalkulator ilmiah (scientific calculator) Casio fx-120. Jumlah tombolnya yang fantastis — dengan kumpulan fungsi di atas tombol standar angka — benar-benar menjadi daya tarik tersendiri. Saya baru dapat menganggap hebat kemampuan fx-120 dalam hal mengelola angka pecahan. Operasi aritmatika terhadap angka pecahan yang memang lebih sulit dibanding notasi desimal menjadi daya tarik utama bagi saya yang sedang belajar pecahan di bangku SD.
March 2003 Archives
Pertama kali saya mengenal sebuah kalkulator, waktu Bapak membelinya untuk dipakai di rumah dan di Toko Sadar. Kalkulator itu masih menggunakan transistor dan ukurannya cukup besar, kira-kira dua pertiga ukuran batu bata yang digunakan di Indonesia. (Beberapa tahun kemudian setelah alat itu rusak dan dibongkar, memang terlihat isinya penuh dengan transistor, sehingga menyita tempat) Masih menggunakan teknologi elemen-8 yang menyala aktif sehingga boros daya, kalkulator tersebut bahkan masih belum bisa memunculkan tanda negatif dan overflow di panelnya, melainkan diwakili oleh LED di atasnya. Tentu saja, fungsi yang dimiliki “kalkulator tukang sayur” ini adalah empat buah operasi dasar aritmatika plus akar kuadrat. Empat buah baterai AA-4 menambah berat peralatan tersebut, dan itu pun perlu sering diganti baru.
Sampailah aku pada: apakah tulisan telah mati? Seperti sebuah humor yang pernah aku terima,Kesimpulan itu tidak lain adalah ungkapan bahwa otak kita sudah malas melanjutkan berpikir…Jadi tidak akan aku simpulkan. Yang jelas, menulis membantu diriku untuk tidak segera “mati.” Ruang-ruang dalam menyusun kalimat lebih luas dari sekelilingku yang menyempit.
Dikutip dari Menulis untuk mailing-list Alumni Pustena, tanggal 10 Februari 2003.