Selama di perjalanan Surabaya—Jember awal Juli lalu, saya sempatkan memotret beberapa spot di perjalanan. Salah satunya saat kereta melambat di stasiun kereta api Pasuruan. Saya merasa foto perempuan dan anak-anak di bawah panas terik siang hari “menjadi kecil” dibanding sekitarnya yang terlihat “gersang” dan penuh logam infrastruktur stasiun kereta api.
Ternyata hal ini diamati oleh Budi Sukmana, salah satu teman Flickr di Bandung yang banyak menyemangati saya untuk terus memotret, dan komentarnya lewat percakapan di GTalk,
Ada interaksi antara objek lingkungan sekitar dgn manusia.
Komposisi manusianya jauh lebih kecil dari lingkungannya. Menarik
Lebih lanjut, Budi memberikan tautan tulisan tentang sudut pandang berbeda antara manusia dan lingkungan, disebut peopled landscapes. Oleh Michael David Murphy diuraikan sebagai,
Lanskap kota dan orang-orang di dalamnya akan menghasilkan kombinasi yang menghasilkan sebuah gambaran yang baru sama sekali, berupa tak ada yang mendominasi.
Contoh-contoh foto di tulisan Michael lebih memudahkan pemahaman akan “lanskap manusia” ini. Dia juga menekankan bahwa “lanskap” di sini tak harus berupa jalanan, dikaitkan dengan pandangan sebelumnya tentang “fotografi jalanan” (street photography).
Lanskap-manusia menjadikan manusia “lebih mini”, menjauhi rinci tentang ekspresi manusia terhadap sekelilingnya — yang sering muncul di fotografi jalanan. Budi Sukmana menyarankan agar saya mencobanya di sekitar Sekolah Alam Bandung, yang memang sering dijadikan obyek fotografi saya.
Tambahan catatan Budi terhadap foto saya dapat dilihat dari foto yang diambil di taman di Bukit Dago berikut.
Saya masih mencoba: di Parongpong, saat saya mendapat tempat memotret lebih tinggi dari hadirin, kesempatan tersebut pas.
Untuk sementara ini, gaya urban lanskap-manusia terasa lebih pas buat saya dibanding bentang alam yang seringkali menjadikan panorama alam lebih dominan.
Terima kasih, Budi Sukmana.