BBM telah dicabut subsidinya. Seperti keputusan lain yang sudah-sudah, pemerintah berusaha menjelaskan dengan segenap kemampuannya bahwa dana tersebut dapat dialihkan ke sektor lain, sedangkan para penentang membawa pertanyaan ke konteks yang jauh yakni korupsi. Kabarnya sampai dibuatkan iklan “layanan masyarakat” berisi pendapat para ahli yang mendukung kebijakan tersebut. Hampir semua dari kita setuju dengan alasan pemerintah dalam hal efisiensi pemakaian bahan bakar tersebut dan dampaknya yang lebih luas terhadap gaya hidup. Misalnya dengan harga BBM yang lebih tinggi pemakai kendaraan bermotor dituntut lebih efisien menggunakan kendaraannya.
Kendati demikian, hampir semua juga skeptis dengan janji-janji surga yang dihembuskan pemerintah. Mereka yang protes umumnya melihat persoalan ini pada sisi yang lain yang terkadang menjadi seperti beralih topik. Misalnya janji pemerintah untuk memindahkan subsidi tersebut ke sektor lain, seharusnya jika pemerintah dari dulu sudah dapat dipercaya adil mengisi pos-pos pendanaan, kita tidak perlu dipertanyakan tatkala diskusi kenaikan BBM berlangsung. Kita cukup mengatur dan berhitung sebuah konfigurasi pengalokasian dana yang lebih baik. Tentu tidak salah berdiskusi panjang-lebar, namun cenderung bertele-tele akhirnya menjadi debat kusir lagi.
Demikian juga dengan kegagalan pemerintah melindungi rakyat kecil — ah belum, jangankan melindungi, “mengidentifikasi” mereka dalam istilah subsidi-silang pun belum berhasil. Alhasil setiap subsidi diberikan, semua pihak, lebih-lebih yang memiliki kapasitas penyimpanan dan pemakaian banyak, ikut menikmati; sedangkan apabila subsidi dicabut, yang dilakukan — menurut Henry Aspan — adalah, “membakar lumbung untuk mengusir tikus”. Barangkali ini kegagalan kita bersama, bangsa Indonesia: urusan kolektif berubah menjadi acara saling-sikut, sedangkan jika dilakukan seleksi hasilnya keputusan yang diskriminatif.
Jangan lupa juga, sebagian orang ingin teladan kebijakan yang berasal dari kalangan atas: kapan korupsi dikurangi agar bukan motor butut saja yang dituntut untuk efisien?