Selama ini boleh dikatakan HTML menjadi format yang paling praktis saya gunakan untuk menulis dokumen. Hampir untuk semua urusan saya dalam penulisan dokumen yang memerlukan pemformatan, saya gunakan HTML. Jika tujuan akhir adalah tampilan, misalnya hendak dicetak dan dibagikan ke orang lain, saya bersikap “kompromistis” dengan HTML 4.01. Yang penting di komputer tempat dokumen dicetak, berkas tersebut ditampilkan dengan baik.
Sedangkan untuk keperluan penyajian digital atau versi online, seperti di blog, saya memilih XHTML. Penekanan yang saya pakai pada makna semantik teks. Misalnya saya berusaha abai pada pemakaian tag code
, abbr
, acronym
, atau q
.
Pemisahan materi dokumen dan presentasi, yang dikelola oleh stylesheet (di CSS contohnya), membawa banyak manfaat karena saya dapat lebih fokus pada penulisan materi dan mengatur tampilan pada kesempatan lain. Atau urusan tampilan diserahkan kepada mereka yang lebih ahli — itu sangat mungkin dan dipermudah dengan pemisahan tersebut.
Dengan pertimbangan penyusunan dokumen yang memiliki tag semantik lebih lengkap, saya ingin mulai memakai DocBook. Bayangan saya manfaat yang diperoleh berupa kemudahan menghasilkan format turunan yang diinginkan. Katakanlah saya perlu HTML, konversi dapat dilakukan dengan alat bantu yang sesuai — demikian halnya untuk format lain seperti LATEX, PDF, man di lingkungan UNIX, sampai dengan format teks murni.
I Made Wiryana termasuk penyemangat pemakaian DocBook dengan argumen pada pengalaman penulisan sistem bantuan online di KDE. Karena DocBook tidak mengurus bagian presentasi sama sekali, sehingga penulis menyusun dokumen hanya berisi tag semantik.
Saya coba memulai dengan bekal “kitab kuning” Norman Walsh, DocBook: The Definitive Guide yang tersedia gratis juga dalam versi online. Artikel singkat lain yang berisi praktikum langsung juga tersedia, ditulis oleh Joe “Zonker” Brockmeier, A Gentle Guide to DocBook. Sedangkan untuk keperluan perangkat lunak, saya pasang paket Debian GNU/Linux untuk DocBook. Sepertinya semua sudah siap…
Persoalan pertama yang saya hadapi: alat bantu yang melakukan konversi dari dokumen DocBook dalam format SGML menjadi HTML masih menghasilkan dokumen HTML versi 4. Termasuk penulisan tag HTML dengan huruf besar yang sudah lama saya tinggalkan. Dengan sendirinya saya menetapkan acuan: alat bantu konversi harus sudah sanggup menghasilkan XHTML.
DocBook memang tidak dimaksudkan hanya melayani hasil HTML, namun seperti saya sebutkan di atas, HTML adalah format yang paling mudah untuk pekerjaan saya sebagai penulis. Ketiadaan tag presentasi di DocBook, sehingga tidak dapat langsung dilihat hasilnya lewat alat bantu penampil, mengharuskan proses konversi ke HTML ini antara lain untuk melihat hasilnya lewat perambah.
“Kitab kuning” berharga lain yang saya jadikan rujukan adalah DocBook XSL: The Complete Guide yang ditulis oleh Bob Stayton. Pemakaian XSLT untuk mengubah dokumen DocBook yang ditulis dalam XML menjadi XHTML menjadi alternatif. Jangan kuatir, paket Debian menyediakan hampir semua alat bantu yang diperlukan!
Hasilnya memang XHTML, namun masih ada masalah serius: dokumen yang dihasilkan belum valid karena di banyak tag — entah darimana — ditambahkan parameter xmlns
yang tidak diperlukan dan memunculkan masalah baru. Apakah saya harus memasang Xsltproc versi lebih baru atau ganti alat bantu Saxon? Ah, kenapa tidak cukup dari paket yang disediakan Debian?
Saya masih penasaran mencari solusi untuk DocBook ini. Karena pekerjaan menulis saya harus jalan terus, sampai hari ini semua artikel masih ditulis menggunakan format XHTML.
Persoalan yang muncul adalah di bagian publikasi — terutama untuk keluaran di halaman Web. Walaupun demikian, untuk keperluan ke depan saya juga mempertimbangkan keluaran di pencetak. Dalam hal ini LATEX menggiurkan — kendati saya pikir tanggung juga jika dari HTML pindah ke LATEX.
Seharusnya memang DocBook! Solusi persoalan di atas masih dicari.