Bahasa Indonesia memiliki cukup kata untuk menyebut orang kedua:
kamu, kau, dikau, engkau, anda, dan
saudara. Semua pemakai dan orang yang belajar Bahasa
Indonesia tahu tentang hal itu, namun dalam praktiknya tidak mudah
memilih kata yang cocok dengan keadaan. Anak saya pada awal belajar
berbicara lengkap, menirukan salah satu adegan di sinetron, berteriak,
Bapak, sedang di mana engkau?
, dan seisi
rumah tertawa mendengar ungkapan polos dia. Padahal Bimbo dengan
khidmat melantunkan, Aku dekat, Engkau dekat.
Mengapa memanggil orang tua dengan engkau
dianggap kurang sopan, sedangkan kepada Khalik “seenaknya”
memakai engkau? Begitu pula pada saat ibu saya menjenguk
keluarga kami, anak-anak dengan lugunya menyapa, Mbah, kapan
kamu datang?
Sekalipun saya dengar hal tersebut
sebagai kurang sopan, namun secara bahasa dia benar (toh, mereka sudah
akrab dengan nenek) dan lebih-lebih memaklumi “bahasa
anak-anak.”
Pertanyaan penting sekarang: kapan pemakai bahasa Indonesia menggunakan “anda” atau “kamu”? Jika disebut yang pertama untuk panggilan sopan dan yang kedua panggilan akrab, di mana batas “sopan” dan “akrab” tersebut? Apakah sama dengan orang Belanda yang juga memiliki jij (baca: yay) untuk panggilan akrab, dan u untuk panggilan sopan? Atau seperti halnya orang Jawa yang memiliki kowe dan panjênêngan, atau di Jawa Timur, kóên dan sampéan? Orang Belanda membedakan pemanggilan tersebut umumnya pada pertemuan pertama (sebelum akrab) dan setelah sering bertemu (sehingga akrab). Sedangkan bagi orang Jawa perbedaan tadi melekat terus berkait dengan “status” orang yang dipanggil — baik status sosial atau hirarki keluarga.
Pertanyaan di atas penting, karena jika dicermati, betapa
rikuhnya kita, orang Indonesia, memanggil lawan bercakap.
Anda dianggap terlalu formal dan lebih sering dipakai di
sebuah forum resmi, saudara memiliki kemungkinan salah
pengertian dengan arti lain kata tersebut, misalnya, Punya
berapa saudara?
Akan halnya kamu sering
“dianaktirikan” karena dianggap “tidak sopan”. Seperti halnya di
dalam Bahasa Belanda yang memiliki julie untuk orang kedua
jamak dan tidak dibedakan dalam hal “kesopanan”, kalian di
dalam Bahasa Indonesia juga relatif lebih netral.
Menghindari kerikuhan dalam hal memanggil kamu ini
menjadi “akal-akalan” dan ada kemungkinan merepresentasikan kelompok pemakainya.
Beberapa orang, terutama yang pernah tinggal di manca negara,
mengganti kamu dengan “you”, misalnya: Menurut
you,
bagaimana?
Sedangkan dalam kutipan dari generasi tua, jij
dari Bahasa Belanda masih dipakai; setidaknya Soeharto pada saat
menawarkan posisi di Golongan Karya kepada Soedharmono, dikutip
berkata, Jij bersedia?
1 Di dalam percakapan versi
mailing list yang informal, lu (atau loe)
dari Betawi lebih akrab, dan terhindar dari kesan mengata-ngatai
lawan bicara dengan, “kamu”. Sedangkan para aktivis organisasi Islam
mengganti kamu dengan “antum”. Uniknya kata dalam Bahasa
Arab ini pada bentuk yang lain, yakni “ente”, merupakan panggilan
santai dan bersifat jenaka yang banyak digunakan oleh alumni sekolah
guru agama, PGA, di
kampung saya, Kecamatan Balung, Jember, pada tahun 1980-an. Daftar
ini masih bertambah: di tangan penulis-penulis dari Jawa yang
menggunakan tokoh-tokoh kyai dari pesantren, atau hikmah-hikmah
keseharian, kamu diganti dengan sampéan yang dianggap
lebih sopan namun tetap akrab. Tulisan M. Sobary banyak menggunakan
panggilan ini dalam dialog kyai dan tamunya. Kata
sampéan digunakan di daerah tapal kuda Jawa Timur dan
kebetulan bermakna “kaki” dalam Bahasa Sunda, sehingga pada saat
ibu saya bercakap-cakap di Bandung, lawan bicaranya
terbengong-bengong mendengarkan hal ini.
Agak berbeda sedikit dengan trik menghindari pemakaian
kamu yang disebut di atas, beberapa penutur “terpaksa”
memanggil nama lawan bicara atau panggilannya. Sebagai misal,
Menurut Dani, bagaimana?
Dani
adalah nama lawan bicara. Hal ini terkait juga dengan kebiasaan
beberapa orang (atau dipengaruhi oleh kebiasaan di lingkungan suku
tertentu?) yang menggunakan nama sendiri sebagai kata ganti orang
pertama. Contohnya, Hari ini Toni merasa perlu
istirahat,
yang diucapkan oleh si Toni sendiri.
Sedangkan dengan panggilan, terlebih digunakan untuk menunjuk
lawan bicara yang lebih tua, Nama bapak
siapa?
, atau justru alasan kesopanan, Kapan
adik hendak berangkat?
Dua orang Belanda yang
menguasai pemakaian Bahasa Indonesia yang saya kenal juga memanggil
saya dengan bapak dan tuan; alasan yang mereka
gunakan memang kesopanan.
Menggunakan kamu untuk memanggil orang yang lebih tua, sekalipun akrab, jelas repot di tengah adat-istiadat yang ada di negeri kita. Ini lebih bisa “dimaklumi” dikaitkan dengan pengaruh bahasa daerah yang memasang rambu-rambu untuk orang yang lebih tua. Kendati demikian menyebut kamu kepada orang lain yang lebih muda atau “lebih rendah” pada percakapan tersebut, juga tidak gampang. Setidaknya bagi saya masih terasa tidak nyaman untuk memanggil siswa di kelas dengan kamu misalnya. Mohon dipahami bahwa pengertian tersebut tidak berarti hubungan di kelas berarah vertikal satu orang atasan dan orang lain bawahan, namun dalam konteks usia mereka lebih muda dari saya atau pengalaman mereka dalam pembicaraan di kelas “lebih muda” dari saya sebagai pengajar.
Alhasil, menempatkan penggunaan kamu dalam perbincangan sehari-hari, baik secara lisan atau tulis, dapat menjadi gampang atau perlu berkelit. Penyiar RRI juga dianggap kurang akrab dengan pendengarnya, terutama kalangan muda, karena seperti rikuh menggunakan panggilan “kamu” — bandingkan dengan stasiun radio swasta yang sampai overdosis menyebut “kamu-kamu”. Ingat bung, ada kata ganti “kalian” yang lebih tepat.
Agar konsisten dengan pembedaan “kamu” dan “anda” yang berkisar pada kesopanan yang dikaitkan dengan keakraban, gunakan “kamu” untuk memanggil saya apabila kalian sudah beranggapan kita akrab. Setuju kita mulai?
1) Contoh tersebut saya peroleh dari kutipan buku Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya yang ditulis di salah satu edisi majalah Tempo.
amal! kamu itu… =)
ah menarik mas bahasannya (see saya menggunakan “mas” hehe, oya bagaimana dengan gue, saya dan aku?).
kalo ga salah waktu di SD pernah belajar ttg bedanya Engkau dan Kau, dan kalo ga salah lagi, kedua kata ini perbedaannya untuk membedakan mahluk hidup dan benda mati(???) :)
untuk yg satu ini kayaknya bhs inggris lebih egaliter ya? untuk orang tua, bos, anak kecil, semua panggilannya cukup menggunakan “you” saja. :)
Na didoktrin ortu untuk tidak pakai ‘kamu’ untuk sebut orang lain, “ndak sopan,” katanya :). Jadi skr kebiasaan panggil nama aja untuk seumuran, tambah ‘pak’ atau ‘ibu’, ‘mbak’ untuk yg lebih tua.. lebih nyaman. Iya kan pak Amal :D