"Kamu" dan Kerikuhan

| 3 Comments | 1 TrackBack

Bahasa Indonesia memiliki cukup kata untuk menyebut orang kedua: kamu, kau, dikau, engkau, anda, dan saudara. Semua pemakai dan orang yang belajar Bahasa Indonesia tahu tentang hal itu, namun dalam praktiknya tidak mudah memilih kata yang cocok dengan keadaan. Anak saya pada awal belajar berbicara lengkap, menirukan salah satu adegan di sinetron, berteriak, Bapak, sedang di mana engkau?, dan seisi rumah tertawa mendengar ungkapan polos dia. Padahal Bimbo dengan khidmat melantunkan, Aku dekat, Engkau dekat. Mengapa memanggil orang tua dengan engkau dianggap kurang sopan, sedangkan kepada Khalik “seenaknya” memakai engkau? Begitu pula pada saat ibu saya menjenguk keluarga kami, anak-anak dengan lugunya menyapa, Mbah, kapan kamu datang? Sekalipun saya dengar hal tersebut sebagai kurang sopan, namun secara bahasa dia benar (toh, mereka sudah akrab dengan nenek) dan lebih-lebih memaklumi “bahasa anak-anak.”

Pertanyaan penting sekarang: kapan pemakai bahasa Indonesia menggunakan “anda” atau “kamu”? Jika disebut yang pertama untuk panggilan sopan dan yang kedua panggilan akrab, di mana batas “sopan” dan “akrab” tersebut? Apakah sama dengan orang Belanda yang juga memiliki jij (baca: yay) untuk panggilan akrab, dan u untuk panggilan sopan? Atau seperti halnya orang Jawa yang memiliki kowe dan panjênêngan, atau di Jawa Timur, kóên dan sampéan? Orang Belanda membedakan pemanggilan tersebut umumnya pada pertemuan pertama (sebelum akrab) dan setelah sering bertemu (sehingga akrab). Sedangkan bagi orang Jawa perbedaan tadi melekat terus berkait dengan “status” orang yang dipanggil — baik status sosial atau hirarki keluarga.

Pertanyaan di atas penting, karena jika dicermati, betapa rikuhnya kita, orang Indonesia, memanggil lawan bercakap. Anda dianggap terlalu formal dan lebih sering dipakai di sebuah forum resmi, saudara memiliki kemungkinan salah pengertian dengan arti lain kata tersebut, misalnya, Punya berapa saudara? Akan halnya kamu sering “dianaktirikan” karena dianggap “tidak sopan”. Seperti halnya di dalam Bahasa Belanda yang memiliki julie untuk orang kedua jamak dan tidak dibedakan dalam hal “kesopanan”, kalian di dalam Bahasa Indonesia juga relatif lebih netral.

Menghindari kerikuhan dalam hal memanggil kamu ini menjadi “akal-akalan” dan ada kemungkinan merepresentasikan kelompok pemakainya. Beberapa orang, terutama yang pernah tinggal di manca negara, mengganti kamu dengan “you”, misalnya: Menurut you, bagaimana? Sedangkan dalam kutipan dari generasi tua, jij dari Bahasa Belanda masih dipakai; setidaknya Soeharto pada saat menawarkan posisi di Golongan Karya kepada Soedharmono, dikutip berkata, Jij bersedia?1 Di dalam percakapan versi mailing list yang informal, lu (atau loe) dari Betawi lebih akrab, dan terhindar dari kesan mengata-ngatai lawan bicara dengan, “kamu”. Sedangkan para aktivis organisasi Islam mengganti kamu dengan “antum”. Uniknya kata dalam Bahasa Arab ini pada bentuk yang lain, yakni “ente”, merupakan panggilan santai dan bersifat jenaka yang banyak digunakan oleh alumni sekolah guru agama, PGA, di kampung saya, Kecamatan Balung, Jember, pada tahun 1980-an. Daftar ini masih bertambah: di tangan penulis-penulis dari Jawa yang menggunakan tokoh-tokoh kyai dari pesantren, atau hikmah-hikmah keseharian, kamu diganti dengan sampéan yang dianggap lebih sopan namun tetap akrab. Tulisan M. Sobary banyak menggunakan panggilan ini dalam dialog kyai dan tamunya. Kata sampéan digunakan di daerah tapal kuda Jawa Timur dan kebetulan bermakna “kaki” dalam Bahasa Sunda, sehingga pada saat ibu saya bercakap-cakap di Bandung, lawan bicaranya terbengong-bengong mendengarkan hal ini.

Agak berbeda sedikit dengan trik menghindari pemakaian kamu yang disebut di atas, beberapa penutur “terpaksa” memanggil nama lawan bicara atau panggilannya. Sebagai misal, Menurut Dani, bagaimana? Dani adalah nama lawan bicara. Hal ini terkait juga dengan kebiasaan beberapa orang (atau dipengaruhi oleh kebiasaan di lingkungan suku tertentu?) yang menggunakan nama sendiri sebagai kata ganti orang pertama. Contohnya, Hari ini Toni merasa perlu istirahat, yang diucapkan oleh si Toni sendiri.

Sedangkan dengan panggilan, terlebih digunakan untuk menunjuk lawan bicara yang lebih tua, Nama bapak siapa?, atau justru alasan kesopanan, Kapan adik hendak berangkat? Dua orang Belanda yang menguasai pemakaian Bahasa Indonesia yang saya kenal juga memanggil saya dengan bapak dan tuan; alasan yang mereka gunakan memang kesopanan.

Menggunakan kamu untuk memanggil orang yang lebih tua, sekalipun akrab, jelas repot di tengah adat-istiadat yang ada di negeri kita. Ini lebih bisa “dimaklumi” dikaitkan dengan pengaruh bahasa daerah yang memasang rambu-rambu untuk orang yang lebih tua. Kendati demikian menyebut kamu kepada orang lain yang lebih muda atau “lebih rendah” pada percakapan tersebut, juga tidak gampang. Setidaknya bagi saya masih terasa tidak nyaman untuk memanggil siswa di kelas dengan kamu misalnya. Mohon dipahami bahwa pengertian tersebut tidak berarti hubungan di kelas berarah vertikal satu orang atasan dan orang lain bawahan, namun dalam konteks usia mereka lebih muda dari saya atau pengalaman mereka dalam pembicaraan di kelas “lebih muda” dari saya sebagai pengajar.

Alhasil, menempatkan penggunaan kamu dalam perbincangan sehari-hari, baik secara lisan atau tulis, dapat menjadi gampang atau perlu berkelit. Penyiar RRI juga dianggap kurang akrab dengan pendengarnya, terutama kalangan muda, karena seperti rikuh menggunakan panggilan “kamu” — bandingkan dengan stasiun radio swasta yang sampai overdosis menyebut “kamu-kamu”. Ingat bung, ada kata ganti “kalian” yang lebih tepat.

Agar konsisten dengan pembedaan “kamu” dan “anda” yang berkisar pada kesopanan yang dikaitkan dengan keakraban, gunakan “kamu” untuk memanggil saya apabila kalian sudah beranggapan kita akrab. Setuju kita mulai?

1) Contoh tersebut saya peroleh dari kutipan buku Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya yang ditulis di salah satu edisi majalah Tempo.

1 TrackBack

TrackBack URL: http://mt4.atijembar.net/mt-tb.cgi/60

Kamu dan kerikuhan from Warnadunia.NET Plug on September 28, 2004 11:40 AM

Kamu, kau, engkau, Kau, anda. Arghh!... Read More

3 Comments

amal! kamu itu… =)

ah menarik mas bahasannya (see saya menggunakan “mas” hehe, oya bagaimana dengan gue, saya dan aku?).

kalo ga salah waktu di SD pernah belajar ttg bedanya Engkau dan Kau, dan kalo ga salah lagi, kedua kata ini perbedaannya untuk membedakan mahluk hidup dan benda mati(???) :)

untuk yg satu ini kayaknya bhs inggris lebih egaliter ya? untuk orang tua, bos, anak kecil, semua panggilannya cukup menggunakan “you” saja. :)

Na didoktrin ortu untuk tidak pakai ‘kamu’ untuk sebut orang lain, “ndak sopan,” katanya :). Jadi skr kebiasaan panggil nama aja untuk seumuran, tambah ‘pak’ atau ‘ibu’, ‘mbak’ untuk yg lebih tua.. lebih nyaman. Iya kan pak Amal :D

Google Friend Connect

About this Entry

This page contains a single entry by Ikhlasul Amal published on September 28, 2004 2:12 AM.

Peledakan Bom Jauh dari Kebaikan was the previous entry in this blog.

Perkenalan dengan DocBook dan Sejumlah Persoalan is the next entry in this blog.

Find recent content on the main index or look in the archives to find all content.

Pages

  • About
  • Contact
OpenID accepted here Learn more about OpenID
Powered by Movable Type 4.261