Saya lihat salah satu entri di log statistik Coret Moret ada yang “menembak” ke kuda-kuda yang saya pasang untuk menghadapi Budi Rahardjo. Ternyata kelanjutan dari ajakan untuk ikut tanding di Brainbench. Ini menarik, oleh karena itu ingin saya ceritakan sedikit.
Seperti halnya orang-orang kelimpungan yang belum pernah mendapat penghargaan berupa sertifikat dari sebuah perusahaan tempat bekerja, saya termasuk yang tertarik beradu di Brainbench. Kejadiannya seingat saya pada tahun 2000, pada saat Brainbench hendak mengakhiri periode gratis. Inilah salah satu hal parah yang saya miliki setelah kemalasan berkompetisi: tidak rajin juga memungut sekian jenis keahlian yang disediakan untuk diuji gratis oleh Brainbench.
Dengan kondisi saya saat itu menjadi penikmat di antara skrip CGI Perl dan gaya embeded PHP, saya memutuskan untuk ikut tes Perl. Kebetulan jam terbang di lapangan untuk kasus-kasus praktis yang saya temui “menyudutkan” saya agar memelihara si onta Perl. Saya juga menyukai gaya rendah hati Edwin Pratomo bahwa pemakai Perl cenderung inklusif, kendati tidak sedikit zealot PHP yang berteriak nyaring, Perl is Suck!
(Jargon tersebut saya baca malah dari PHPNuke versi awal) Termasuk juga acung jempol saya untuk Edwin yang jauh sebelum hingar-bingar wong kito masuk ranah perbincangan TI internasional, dia sudah menulis modul untuk CPAN.
Oke, tulisan ini tidak bermaksud mengawali perang suci bahasa pemrograman yang acapkali berdarah-darah, bahkan dalam persoalan kongkow-kongkow seperti halnya Friendster.
Mendebarkan juga mengikuti tes Perl di Brainbench. Apalagi dengan koneksi Internet di Indonesia yang beresiko lambat atau putus-total. Saya memilih jam pasca-aktivitas utama di kantor, pada saat beban koneksi berkurang dan tidak ada resiko tiba-tiba ada tamu hendak konsultasi Linux. Karena saya lakukan di komputer yang menggunakan Windows 2000, sebuah jendela remote login saya aktifkan untuk terminal Linux. Dengan demikian soal-soal yang dapat diselesaikan dengan one liner dapat langsung diketik dari prompt bash di Linux.
Ah, saya lupa berapa persen soal yang saya selesaikan dengan mencoba lewat perintah baris di Linux. Tentu tidak banyak karena Brainbench sejauh mungkin berusaha menggali kemampuan sebenarnya dari partisipan. Dengan ujian secara remote saya pikir Brainbench tentu sudah memperhitungkan kans dikerjakan dengan dibantu alat, dibanding misalnya tes untuk sertifikasi MCSE. Saya sendiri belum pernah ikut sertifikasi formal terakhir tersebut.
Sampai akhirnya saya menyelesaikan semua soal dan memperoleh gelar “Master Perl”. Tidak terlalu jelek: pada periode tersebut untuk wilayah Indonesia, peringkat saya kedua setelah Steven Haryanto. Namun tentu sangat tidak pantas jika saya sesumbar menjadi penggembala onta Perl sejati: barangkali saat itu saya sedang mujur kumpulan soal yang tersedia bagian ecek-ecek atau papan bawah. Mungkin saja kan, namanya juga dihasilkan secara acak. Sedikit hiburan juga memiliki sertifikat warna kuning muda yang dikirim langsung dari Brainbench.
Namun jika sekarang saya ikut tes lagi di Brainbench, apakah masih layak? Perl masih saya gunakan untuk beberapa keperluan praktis dan beberapa pekerjaan pemalas seperti halnya otak-atik Movable Type atau urusan administrasi server Web. Jumlah baris program yang saya tulis juga sudah berkurang dibanding beberapa tahun lalu pada saat saya diminta memilih menulis 4GL di Informix atau diacak-acak lewat berkas teks dengan Perl. (Pilih Perl dong!)
Apalagi setelah Steven Haryanto menakut-nakuti bahwa Perl 6 tambah membingungkan dan program terakhir saya menyusun situs Web menggunakan templat diganti dengan MT. Sebagian urusan Web akhirnya saya tulis menggunakan PHP dan, setelah menulis beberapa skrip pendek dengan Python, saya sedang tergoda untuk memasang mod_python di Apache.
Atau cari tes selain Perl? Apa ya? Kok rasanya saya bertambah tidak menguasai apa-apa…
[14 Juli] Salah seorang teman di Bandung yang sedang ikut tes Brainbench menyebut pengalaman dia mengikuti sebuah tes dua kali: pada kesempatan kedua dia menjadi “lebih beruntung” karena beberapa bagian soal dimunculkan berulang. Bukan maksud saya menilai kinerja Brainbench dalam hal ini, namun olok-olok saya bahwa kemungkinan saya beruntung pada ujian yang saya ikuti seperti mendapat sedikit pembenaran.
He.. saya jadi ingat. Waktu tahun 1998-2000, istilahnya waktu itu membuat web dinamis. Saya waktu itu masih menggunakan Perl juga untuk pembuatan CMS, sekarang pakai PHP.
Saya juga setuju kalau perl baru semakin membingungkan. semakin tidak jelas arahnya kemana?
bagaimanapun juga saya tetap suka Perl sebagai salah satu “alat bantu”.
Wah, gua termasuk yang kenal PHP lebih dulu daripada Perl, tapi lebih suka gaya Perl daripada PHP, kesan yang saya dapat Perl lebih matang desainnya daripada PHP. Misalnya untuk input ke database di PHP variabel harus diescape manual, sedangkan di Perl pakai sistem templating yang tidak butuh manual quoting dari user. Memang di PHP bisa dilakukan seperti itu. tapi tidak umum, jadi mungkin agak sulit untuk menggunakan style yang tidak biasa kepada satu tim programmer. Selain itu ada beberapa ‘feature’ PHP yang misdesigned, misalnya magicquotes, escaping itu harusnya dilakukan pada saat output, bukan saat input, ini bikin bingung banyak programmer baru. Kemudian misalnya registerglobals dibikin default off padahal yang tadinya on, ini menunjukkan kurangnya design. Selain itu, yang benar2 bikin gua males coding PHP adalah terlalu sering kejadian script jadi tidak berfungsi setelah upgrade PHP.
Tapi gua gak ada dendam dengan PHP kok, sekali2 masih pakai PHP untuk proyek2 kecil yang masih manageable pakai PHP.