Warkop DKI, yang dulu dimotori oleh Dono, Kasino, dan Indro, pernah mengeluh di Kompas Minggu bahwa melemparkan lawakan yang menyinggung profesi tertentu dapat beresiko di Indonesia. Jangankan profesi yang punya backing kuat, persatuan Satpam saja bisa protes apabila profesi mereka “diolok-olok” di panggung. Alhasil Warkop DKI selalu mengenakan seragam dinas dari tempat antah berantah apabila hendak menampilkan profesi tertentu secara karikatural.
Mendiang E.W.
Dijkstra, salah seorang pakar TI Belanda, dengan ekspresif
berujar, Pemakaian COBOL
merusak pikiran; oleh karena itu pengajaran bahasa tersebut
sepatutnya dianggap sebagai tindakan kriminal.
Tidak tanggung,
Dijkstra menggunakan kata cripple untuk istilah merusak yang
menurut kamus Oxford
Advanced Learner’s diberi keterangan “bersifat ofensif”.
Nasib COBOL memang menjadi bulan-bulanan olok-olok di lingkungan TI.
Chalapati, demikian salah satu penulis humor eksentrik di sebuah
mailing-list, sekali waktu bercerita tentang seorang kakek. Orang
paruh baya ini menghampiri seorang anak muda dan menyatakan
keinginannya belajar bahasa pemrograman Java. Kita tahu, Java adalah produk
papan atas akhir abad lalu, sehingga pernyataan kakek tadi sedikit
mengejutkan anak muda tersebut.
Anak muda: Untuk apa kakek belajar Java? Usia kakek juga sudah lanjut.
Kakek: Saya dengar di sorga nanti penghuninya menggunakan Java, jadi saya
perlu persiapan.
Anak muda: Iya kalau kakek masuk surga, bagaimana seandainya pergi ke
neraka?
Kakek: Kan saya sudah menguasai COBOL.