LSM untuk Teknologi Informasi

| No TrackBacks

Salah satu aspek yang menurut saya perlu dikembangkan dari lapisan bawah, dari masyarakat, di Indonesia adalah TI atau dengan bahasa sederhana, perkomputeran. Bidang ini cukup luas cakupannya dan tulisan saya di bawah ini dibatasi untuk perangkat lunak (software).

Menurut hemat saya, sudah harus dimulai usaha swadaya, motivasi-pribadi atau -kelompok terhadap pemakaian perangkat lunak di Indonesia. Industri perangkat lunak (atau tepatnya, “bisnis uang perangkat lunak”) di Indonesia terbagi pada segmen yang ekstrem, vendor besar dengan partner pengambil keputusan dan melibatkan projek bernilai mahal dan “mafia” industri perangkat lunak ilegal yang memanfaatkan pemakai “kelas teri” namun dengan omset raksasa juga. Keduanya tidak kondusif terhadap usaha mendidik bangsa kita agar lebih ulet dan lebih punya inisiatif. Projek TI dengan menghamburkan duit rakyat sangat tidak bisa diterima, sedangkan respek yang rendah terhadap aspek hukum perangkat lunak menjadikan banyak pelanggaran etis dan mengurangi motivasi pekerja di sektor tersebut. Akibatnya, projek TI di Indonesia kandas menjadi pekerjaan mercu suar.

Salah satu langkah pemberdayaan masyarakat dalam hal TI ini adalah gerakan berorientasi nirlaba, independen, dalam bidang TI. Atau kalau disesuaikan dengan term di Indonesia, semacam LSM untuk TI. Karena bersifat LSM, maka keluaran yang dihasilkan bersifat nasehat dan saran (advisory) dan pekerjaan yang dilakukan bukan semacam gugus-tugas (task force). Keuntungan berjenis LSM adalah fleksibilitasnya dalam merangkul masyarakat dan lebih bersifat dakwah persuasif.

Beberapa aspek yang potensial mendapat perhatian oleh LSM TI:

  1. Solusi TI yang murah dan efisien.

    Karena penerapan teknologi tidak lepas dari kondisi organisasi dan orang-orang di dalamnya, diperlukan banyak sukarelawan untuk membenahi TI di sekolah, organisasi nirlaba, pengusaha kecil, dan kelompok-pemakai (user group). Pengertian investasi di bidang TI (atau “komputerisasi”) bagi kelompok-kelompok yang saya sebut di atas seringkali sekadar membeli perangkat keras. Jasa konsultasi diabaikan karena dianggap masih terlalu mewah dan berharga mahal.

  2. Penyampaian informasi jenis perangkat lunak.

    Secara umum, jenis perangkat lunak yang digunakan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh ketersediaannya secara ilegal. Hal ini tidak lepas dari fakta bahwa Indonesia terdaftar pada peringkat kedua setelah Vietnam untuk kawasan Asia Tenggara (sumber: Microsoft says software piracy on the rise in Asia, 23 Oktober 2002).

    Lepas dari aspek legal di atas, perlu disampaikan informasi yang lebih berimbang tentang jenis perangkat lunak, alternatif yang dapat digunakan, dan ulasan yang memadai tentang keuntungan dan kerugiannya.

  3. Agen perubahan (agent of change)

    Mau seperti apa masyarakat TI di Indonesia? Konsumen yang dimangsa produk ilegal sepanjang masa dan calon pemrogram yang terperangkap skema “cepat-kaya” dengan komputer? Kontribusi Indonesia di forum-forum TI yang relatif “bersifat akademis” masih rendah. Padahal, seandainya kontribusi pemrograman kita masih di bawah level negara lain, masih terdapat banyak pekerjaan penyusunan dokumen bantuan (help), referensi teknis, HOWTO, dll. yang bisa diterjemahkan atau disesuaikan dengan kondisi dalam negeri.

    Sebagai ilustrasi, setelah pemerintah RRC menetapkan Linux sebagai sistem operasi nasional, mereka menerbitkan distribusi yang RRC-minded. Sebuah jerih payah yang luar biasa. Demikian juga kabar terakhir mereka berencana memproduksi mikroprosesor, sehingga dalam diskusi di Slashdot, rencana itu dikomentari sebagai salah satu ancaman terhadap dominasi Wintel (Windows-Intel). Sistem operasi sudah ada, mikroprosesor mau diproduksi…

  4. Pemantau isi (content monitoring)

    Dampak dari TI, terutama setelah adanya Internet, adalah munculnya media baru, negeri-maya baru, dan anarkis-anarkis baru. Sisi gelap isi Internet yang berafiliasi dengan Indonesia adalah produksi kecabulan atau materi yang tidak-pantas dikonsumsi. Sekalipun luar biasa sulit mencegah hal tersebut, inisiatif ke arah yang baik tetap harus diusahakan. Organisasi semacam kontrol orangtua (parental control) dan aturan seperti “Children’s Internet Protection Act” perlu ditumbuhkan.

    Di Republika dulu terdapat rubrik khusus untuk Marka (Media Aman dan Ramah terhadap Keluarga), salah satu organisasi yang melakukan resensi acara televisi dan isi media cetak dari sisi keluarga. Dengan pengungkapan terbuka, pemakaian rating misalnya, pemakai Internet diingatkan tentang resiko situs-situs yang “bermasalah.” Konon di Singapura setiap PJI diwajibkan memiliki seorang teknisi yang bersertifikasi untuk kontrol media terhadap pornografi. Sekalipun hal ini mendapat kritik keras dari Barat, namun jika dilakukan dengan sungguh-sungguh dan jelas tujuannya, jalan terus.

    Memang, resiko pemantau isi yang ditunjuk secara formal adalah campur tangan penguasa. Kasus pemblokiran Google di RRC dan, yang sekarang sedang berlangsung, pemblokiran catatan harian salah seorang aktivis politik RRC lewat Blogger.

Saya kira, daftar di atas sudah cukup kritikal untuk kondisi TI di Indonesia. Hal-hal di atas sudah merupakan pekerjaan besar karena yang dibangunkan adalah bangsa yang sedang mati suri dan jika terbangun yang terpikir pertama kali adalah bagaimana mendapat emas segunung hari ini tanpa bekerja…

Sebagai umat Islam, pekerjaan-pekerjaan di atas sangat sarat dengan ibadah, yakni berempati dengan kaum melarat, membantu pengusaha kecil, memotivasi pemakai komputer, memberi informasi yang jujur dan seimbang, dan amar ma’ruf nahi munkar lewat media massa.

Artikel ini ditulis untuk Ulil Albab

No TrackBacks

TrackBack URL: http://mt4.atijembar.net/mt-tb.cgi/6

Google Friend Connect

About this Entry

This page contains a single entry by Ikhlasul Amal published on January 17, 2003 12:55 PM.

Masjid An Noer, Hoogezand was the previous entry in this blog.

Roda Pedati yang Seret is the next entry in this blog.

Find recent content on the main index or look in the archives to find all content.

Pages

  • About
  • Contact
OpenID accepted here Learn more about OpenID
Powered by Movable Type 4.261