Sebuah Cara (tidak) Penting Memahami Atmosfir Blog

| No TrackBacks

Setidaknya dalam beberapa bulan terakhir ini ada dua persoalan yang menjadi pembicaraan ramai di atmosfir penulis blog di Indonesia: Roy Suryo dan Anne Ahira. Karena ditulis bak kenduri dan “keroyokan” besar — dibantu oleh kepedulian terhadap standar Web sehingga terangkat pada peringkat atas di mesin pencari — atmosfir ini mengundang banyak tamu untuk berkomentar.

Di antara komentar, yang tentunya jumlahnya lebih banyak lagi dari jumlah tulisan, terselip beberapa sindiran atau kalimat-sedikit-mengejek (entah serius atau sekadar bercanda), yang mempertanyakan alasan para penulis blog meributkan sesuatu, misalnya:

  • Buat apa sih ribut? Yang setuju silakan, yang tidak urus lainnya;
  • Hebat banget tokoh kita ini, sampai-sampai banyak yang meributkannya, membahas, dan buang-buang waktu;
  • Ah, semua orang sudah tahu kok. Biar saja dia dianggap pahlawan oleh media.

Tentu saja, tidak semua komentar seperti itu perlu direspon. Ada hal yang lebih penting, yaitu memahami “gerakan” yang disebut “ribut-ribut” ini. Antara lain karena memang sedang terjadi perubahan dan penyeimbangan kekuatan.

Atmosfir blog adalah riuh-rendah komunitas

Sejauh ini belum ada PT Blog Indonesia Maju Abadi dengan tim redaktur dan wartawan di lapangan. Kalau anda mendatangi kantor sebuah media massa, yang anda temui pertama kali adalah resepsionis, baru kemudian dihubungkan dengan biro tertentu yang berhubungan dengan persoalan anda. Surat anda untuk redaksi pun ditangani dengan cara serupa. Artikel yang anda kirim dan akan dimuat pun melewati proses yang sama. Redaktur bertanggung jawab memilih berita dari tulisan yang disetor wartawan, termasuk menundanya sampai situasi dianggap “lebih menguntungkan.”

Itu semua tidak ada di blog. Begitu datang ke sebuah blog, yang anda temui adalah alamat email atau foto pemiliknya. Demikian juga dengan materi yang ditulis di blog. Karena tidak ada koordinasi, tidak ada organisasi yang mewajibkan ini atau melarang itu, maka sangat mungkin sekali secara kebetulan sekian banyak orang tertarik pada sebuah topik (entah karena serius atau ikut-ikutan) dan jadilah atmosfir tadi riuh oleh gerutuan sampai teriakan.

Alhasil, mengulang gambaran yang disebutkan Eric S. Raymond, inilah sebuah bazar atau THR di kampung.

Kurcaca dan (puluhan) kurcaci

Iwan Fals pernah melantunkan syair yang menggambarkan kekuatan besar, dinamai “kurcaca”, dan rakyat jelata yang disebut “kurcaci”. Media massa yang sudah dikenal luas mempunyai pembaca dalam jumlah besar. Donny BU dari Detik.com menyebut contoh artikel pada saat terjadi persoalan deface Indonesia dan Malaysia, pembaca mereka mencapai 6000-8000 dalam satu hari. Angka ini beberapa puluh kali lipat yang diperoleh artikel di sebuah blog populer di Indonesia. Belum lagi jika diingat sebagian besar media massa online juga menyediakan artikel tersebut untuk versi cetak — yang jelas-jelas tidak dapat disaingi oleh penulis blog.

Mereka adalah kurcaca, yang jika dihadapi oleh satu kurcaci, tentu tidak seimbang. Kurcaci dalam jumlah banyak itulah yang dapat menyeimbangkan keadaan. Dengan “keributan” yang ditulis di dalam puluhan blog, yang jelas mulai berimbang adalah peringkat di halaman pencarian. Kerja sama ini dan ditambah aksesibilitas yang lebih baik dari situs blog menaikkan opini dari blog di mesin pencari.

Apabila 6000 pengunjung mendatangi sebuah opini di Kompas misalnya, berarti diperlukan 15 blog jika misalnya rata-rata pengunjung sebuah opini di sebuah blog adalah 400 orang/hari. Baru boleh disebut berimbang dalam hal pembandingan opini.

Eros Djarot pernah suatu kali bercerita: pada saat membuat film Tjut Nyak Dhien, skenario mereka diawasi oleh pemerintah sampai dengan hitungan jumlah teriakan “Allahu Akbar”. Akhirnya jumlahnya dibatasi, namun Eros tidak kehilangan akal: figuran yang meneriakkan takbir ditambahi sehingga jumlah teriakan “Allahu Akbar” tidak menyalahi skenario yang telah dibatasi tersebut, namun efek “riuhnya” tidak berkurang.

Jaringan di antara situs blog jauh lebih efektif

Jika hari ini Kompas menulis tentang Anne Ahira dan Majalah Swa menuliskannya hari ini atau di hari yang lain, apakah anda sebagai pembaca diberitahu?

Lupakan istilah-istilah yang rumit seperti jejaring sosial (social networking) dan tidak perlu berpikiran bahwa saya sedemikian kenal dengan Priyadi, Jay, Imponk, atau bahkan Enda yang tersohor itu. Seperti halnya media massa yang masing-masing punya otoritas sendiri, penulis blog tidak berkomplot dalam sebuah organisasi Anti-RS atau Anti-AA.

Kami, penulis blog, cukup menyebut sebuah taut ke situs Web lain dan sebuah mega-infrastruktur fantastis mengolah halaman-halaman dan kait-kaitan tersebut. Baik dihubungkan oleh mesin pencari yang bekerja secara umum untuk sebuah situs ataupun oleh layanan sindikasi yang bekerja terhadap metadata sehingga menghasilkan korelasi topik yang lebih baik. Ditambah lagi alat bantu blog yang menyediakan cara untuk menghubungkan sebuah artikel dengan artikel di blog lain. Alhasil, pengunjung mendapat kesan bahwa situs-situs tadi berkaitan satu dengan yang lain, sekaligus memudahkan mereka juga mendatangi tempat lain yang membicarakan topik yang terkait.

Ini semua luar biasa dampaknya dan tersedia cuma-cuma; dan kita hanya dapat bersedih bahwa media massa yang memindahkan medium mereka ke Internet tidak memanfaatkannya.

Sekaligus dapat dimaklumi jika muncul kesan impresif “semua orang jadi sibuk membicarakan si Fulan”. Tidak, kami tidak sibuk: satu orang hanya meluangkan waktu sekitar lima belas menit untuk menulis dan memasang di blog. Anda, pembaca, yang mungkin menjadi sibuk berkeliling ke puluhan blog.

Bumi tetap akan berputar

Tidak, penulis blog tidak akan menghentikan putaran bola bumi. Kami tidak sedang merencanakan sebuah dunia yang hebat mengikuti ide-ide yang kami tulis. Kami juga bukan orang suci yang berkhotbah lewat blog. Oleh karena itu disediakan tempat untuk komentar dan kami sebutkan identitas. Karena pendapat kami juga sangat mungkin untuk keliru atau — lebih-lebih — tidak disetujui.

Sangat mungkin sekali kami salah, namun lebih ingin kami untuk berlaku jujur. Koreksi dari pembaca, kesalahan penulisan atau pemakaian istilah, dan bahkan opini itu sendiri, terbuka untuk dikoreksi. Sedapat mungkin “jejak kesalahan” tersebut dibiarkan muncul di halaman blog dengan koreksi setelahnya.

Jika opini yang kami tulis terlihat sok ideal, untuk mengoreksinya bukan dengan tuduhan “munafik” atau meminta kami berkaca, melainkan tunjukkan juga idealisme anda yang tentu berbeda dengan opini kami. Penulis blog tentu tidak berharap pengunjung yang datang selalu satu haluan dengan pemikirannya; namun lebih tidak ingin lagi bahwa yang datang hanya menumpahkan kekesalannya tanpa argumen.

Kita bersama, semua penduduk bumi, akan tetap ikut bumi berputar, dengan cara masing-masing, bukan yang satu menghentikan putaran tersebut.

* * *

Selamat datang di dunia blog.

No TrackBacks

TrackBack URL: http://mt4.atijembar.net/mt-tb.cgi/67

Google Friend Connect

About this Entry

This page contains a single entry by Ikhlasul Amal published on March 23, 2005 2:03 AM.

Tak Terkorbankan was the previous entry in this blog.

Tak Terkorbankan is the next entry in this blog.

Find recent content on the main index or look in the archives to find all content.

Pages

  • About
  • Contact
OpenID accepted here Learn more about OpenID
Powered by Movable Type 4.261